Senin, 26 Mei 2008
Sei Jawi, Senin, 26 Mei 2008.
Hari ini, saya bangun jam 08.00 lebih sedikit. Saya memang capek sekali setelah memfasilitasi Pelatihan Community Organizer Bagi Promotor Perdamaian Kalbar di Komplek Marhaban Kelurahan Sedau Kecamatan Singkawang Selatan Singkawang sejak Jum’at, 23-25 Mei 2008 lalu. Bangun tidur, saya langsung mandi dan sedikit santai sambil minum kopi . Tiga batang rokok berhasil tersulut secangkir kopi yang nikmat ini. Saya juga membaca Koran Borneo Tribune. Tidak terasa, jam 9.00 lewat sudah. Adikku mengingatkan untuk berangkat ke kantor.Dengan Vega R warna oranye yang sudah berusia sekitar 4 tahun ini, saya berangkat. Berdasarkan pengalaman, saya tah, hari ini pasti ada razia kendaraan bermotor. Disepanjang perjalanan dari rumah menuju kantor, ada 3 titik razia yang biasa dilakukan polisi, yakni di Jl. Rais A Rahman depan bengkel motor, di Jl Pak Kasih, tepatnya di bundaran dekat kantor Bea Cukai dan Jl. Sultan Hamid II, sebelum jembatan tol Landak. Hari ini, 2 titik saya lalui dan tidak ada razia. Di lampu merah Tanjung Hulu, saya melihat banyak warga yang berkendaraan berhenti. so, pasti ada razia dititik tol Landak piker saya. Dan benar saja,hanya 30 meter didepan saya, puluhan polisi berjejer dipinggir jalan. Sebagian dari mereka ditengah jalan untuk sekedar menghalangi pengguna sepeda motor. Entah kenapa, saya terus saja dengan mengabaikan polisi-polisi ditengah jalan ini. Anehnya, pak polisi tidak menegur atau meminta untuk meminggirkan sepeda motor saya. Mungkin mereka tidak melihat saya. Karena itu, saya langsung saja meluncur dengan kecepatan rendah dengan tenang. Di jembatan tol, banyak sekali pengguna sepeda motor balik arah begitu mengetahui ada razia polisi.Saya tidak menuju kantor YPPN pagi ini, entah kenapa saya harus di Kantor YPB. Kantor masih sepi, hanya ada Ola, Mikael, Owat, dan Simon. Ada juga Tambaleng (YPPN) dan Kundus (Elpagar). Sudah 3 hari saya tidak membuka email saya, jadi langsung saja saya online. Dengan tak sabar, saya membuka email yang sudah saya buat 2 tahun lalu. Benar, ada 172 surat yang masuk. Sebagian besar dari kiriman milis pantau, adat, lingkungan, belajar bisnis dan beasiswa. Ada 3 email yang paling menarik, yakni dari teman saya yang wartawan Kompas, Pantau dan belajar bisnis. Saya juga minta bantuan Owat untuk membuatkan saya satu blog baru. Owat memang sudah pandai sekali membuat blog, dari tamplate, hingga corel draw dan lainnya.Jam 13.00 datang lagi Kusnadi (KR), Uun (AMAN Kalbar) dan Amir dan kawannya (STAIN Pontianak), kemudian disusul Hen Takun (Tribune Institut) dikantor. Kami ngobrol banyak hal, dari agenda strategis joined program hingga ideology sebagai aktivis pergerakan. Mereka memang masih muda, namun semangatnya sangat tinggi untuk mengawal pluralitas di Kalbar yang sempat terkoyak dan terkotak. Diskusi berlanjut hingga jam 15.30, soalnya Owat, Hen Takun akan menuju tempat registrasi peserta Pelatihan Early Warning System berbasis komunitas di asrama haji, yang akan diadakan hingga 28 Mei 2008 nanti. Penyelenggaranya Elpagar, didukung oleh Yayasan Tifa Jakarta. Hen Takun, temanku yang baru kukenal 20 hari yang lalu. Kenalnya dari AA Mering (Tribune Institut). AA Mering juga mengenalnya lewat weblog. Hen Takun, alumni Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun lalu, ia spesialis Sejarah. Skripsinya membongkar peristiwa “Gerakan 30 September”, saya diperkenankannya untuk mengcopy skrispsinya ini. Beberapa hari lalu, Hen kembali ke Jogja dan membawakan saya oleh-oleh, tiga buah buku dan sehelai baju kaos. Judul bukunya: Taktik-takik Front Persatuan Komunis dialam Demokrasi Terpimpin, Komunisme Ala AIDIT dan Lenin; pkiran, tindakan dan Ucapan yang kata pengantarnya ditulis oleh Budiman Sudjatmiko, aktivis Partai Rakyat Demokratik, yang kini pindah menjadi aktivis Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Sejak 1999, saya memang menyukai sepak terjang Budiman Sudjatmiko dan berjuang melalui Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demkrasi (SMID).Saya pulang dari kantor YPPN jam 17.30, disana masih ada Tambaleng dan Naomi. Di Kios Pangareho Jl Sultan Hamid II, saya mengisi 3 liter bensin. Harganya Rp. 6500/liter, kenaikan luar biasa paska pengumuman kenaikan oleh Presiden RI tiga hari lalu. Hanya 10 menit tiba dirumah, hujan turun deras. Angin juga bertiup sangat kencang, listrik mati. Keadaan yang tidak biasa setelah BBM dinyatakan naik. Tentunya makin berat persoalan bagi saya. Namun, saya menjadi lupa soal ini ketika teringat 3 buah buku sumbangan Hen Takun. Saya mulai asyik membaca buku “merah” ini, yang selama 30 tahun ini tidak pernah saya dapatkan sebelumnya di Pontianak. Hujan masih sangat deras, ketika sang adik datang dari kampusnya jam 19.30. ia basah kuyup diguyur hujan sepanjang jalan. Listrik yang mati, menjadi penyebab saya tidak melanjutkan bacaan merah ini, mungkin hari ini saya akan membacanya lagi.Hari masih subuh, jam menunjukan pkl.04.00 seperempat. Dibalik kamar, dengan nada berbisik didaun pintu kakak saya memberitahu, sang Nenek, biasa dipanggil Ne’ Anjo’, telah berpulang dipangkuan Bapa. Ne’ Anjo’ adalah kakak kandung dari almarhum bapak ku. Ia meninggal karena sakit yang dideritanya 40 hari lalu. Ia menderita penyakit maag, dan komplikasi dengan beragam penyakit. Usianya juga tergolong sudah tua, hamper 70 tahun. Saya bangun, dan menyatakan akan pulang ke kampong, 120 Km dari Kota Pontianak. Ia langsung menelpon bis. Ia berkemas, mataku masih perih karena merasa kurang tidur. Namun situasi ini memang memerlukan hal lain. kakak berangkat dari rumah menuju pangkalan bis tepat jam 06.00 pagi tadi. ±2,5 jam mereka akan diperjalanan. Untunglah masih cukup banyak bis umum yang beroperasi. Saya menyatakan akan pulang kampong jam 10.00 nanti, mudah-mudahan tidak turun hujan, maklum saya akan mengendarai sepeda motor. Saya memang ada agenda rapat dikantor hari ini, siang harinya juga akan menghadiri pelatihan EWS di Asrama Haji, namun semua agenda terpaksa harus batal, saya mementingkan untuk pulang dulu ke kampong halaman.
0 Comments:
Post a Comment